Monday, April 11, 2011

BLOGGER MENULIS KRETEK

One encounters its perfumed scent everywhere; its memory lingers on to become internalized in the mind as the very essence of Indonesia, capable of evoking a sense of place like few other cultural signifiers.—Mark Hanusz, Kretek: The Culture and Heritage of Indonesia’s Clove Cigarettes.

Latar Belakang
Banyak orang menyalahartikan ‘kretek’ sebagai produk olahan tembakau tanpa filter. Sedikit saja yang mengerti, kretek memiliki perbedaan yang sangat signifikan dengan produk olahan tembakau lainnya. Signifikansi itu terletak pada kandungan cengkeh dalam kretek, dan sejarah panjang kebudayaan Nusantara yang dihela di punggungnya.
Sejarah itu memuat pula potret 30,5 juta tenaga kerja yang bergerak dalam perputaran roda industri kretek, perkembangan dunia olahraga dan seni, dan cita-cita tentang kemandirian bangsa. Pada saat yang sama, tidak banyak yang memandang kretek lebih dari sekadar anak bungsu salah satu sektor industri. Tak banyak pula yang tahu, kretek kini menjadi satu-satunya produk anak bangsa, yang industrinya menyerap sumber daya manusia dari hulu hingga ke hilir.


Kepedulian terhadap eksistensi kretek sebagai warisan budaya Nusantara mendorong Komunitas Kretek untuk berjejaring dengan lebih banyak pihak dan memperkenalkan kretek kepada khalayak yang lebih luas. Salah satu medianya adalah Lomba Blogger Menulis Kretek, yang akan diselenggarakan sampai dengan pertengahan bulan April. Seluruh blogger yang memenuhi persyaratan diundang untuk berpartisipasi dalam lomba ini, dengan memilih satu dari 4 (empat) pilihan tema berikut:

1. “Kretek sebagai Warisan Budaya Bangsa”
Tempo hari, sentimen nasionalisme kita sempat terusik oleh ulah negeri tetangga. Batik, yang selama ratusan tahun telah dikenal sebagai karya asli Nusantara, diklaim sebagai kekayaan budaya negara sebelah. Reog pun tak ketinggalan. Itu semua terjadi jauh hari setelah digenggamnya hak paten tempe oleh Jepang.
Selain batik, reog, dan tempe, mungkin tak cukup banyak di antara kita yang memahami bahwa kretek pun merupakan salah satu warisan asli budaya Nusantara. Diracik pertama kali oleh Haji Djamahri di Kudus pada sekitar tahun 1870, kretek lambat laun tumbuh mendominasi pasar hasil olahan tembakau di Nusantara. Industri kretek pun bermunculan dan tumbuh menguat, meraksasa. Pasar kretek terus meluas ke penjuru dunia, tapi industri kretek tetap hanya ada di Indonesia.
Lantas, bagaimana sikap kita atas pusaka yang begitu berharga ini?

2. “Kretek dalam Wacana Kemandirian Ekonomi Bangsa”
Benih kemiskinan ditabur ketika suatu bangsa mulai mengonsumsi sesuatu yang tidak dapat mereka produksi sendiri. Sekali satu negara tergantung kepada komoditas impor, saat itu pula seakan-akan kartu As keselamatannya telah dipegang pihak lain. Maka mau tak mau, kelancaran nafas ekonomi negara tersebut pun akan rentan terganggu oleh segala kemungkinan gejolak ekonomi internasional.
Dalam konteks independensi ekonomi semacam itu, kretek Indonesia memiliki kekuatan karakter tersendiri. Dari hulu hingga hilir, industri kretek di Indonesia dapat dijalankan sendiri oleh anak-anak bangsa, tanpa tergantung pihak asing mana pun. Bahkan lebih jauh lagi, pada level konsumsi pun, komoditas hasil industri kretek terserap secara maksimal di dalam negeri. Maka, sebuah bukti faktual yang kasat mata pada era-era genting krisis ekonomi Asia di akhir 1990-an menunjukkan, industri kretek tampil kokoh tak tergoyahkan. Di sisi lain, industri kretek terbukti menjadi salah satu solusi keterbatasan lapangan kerja. Dari hulu hingga hilir, baik tenaga kerja langsung maupun tak langsung, tak kurang dari 30,5 juta jiwa hidup dari industri kretek. Tentu ini bukan angka yang main-main.
Sementara itu, belakangan ini isu dan kampanye anti-tembakau begitu gencar dilancarkan oleh berbagai elemen pemerintah maupun swasta, dan industri kretek yang menjadi salah satu tulang punggung perekonomian nasional seolah-olah digempur dan ‘dikhianati’ oleh negeri sendiri, yang selama ini dihidupinya. Maka, menentukan sikap yang tepat terhadap aset raksasa yang menjadi salah satu penopang terakhir kekuatan ekonomi negeri ini menjadi agenda yang mesti direnungkan secara bijak. Bagaimana kita semestinya bersikap?

3. “Mengkretek, Gaul atau Jadul?”
Selama ini, banyak orang melihat kretek identik dengan hal yang udik. Penyebabnya barangkali keterbatasan pemahaman publik mengenai kretek sebagai rokok tanpa filter, yang dilinting manual dan lazimnya dikonsumsi orang tua. Sebagian besar orang masih ‘terpeleset’ dan beranggapan bahwa kretek dalam kemasan rendah tar dan rendah nikotin adalah rokok putih. Tak banyak yang tahu bahwa kretek dan non-kretek dibedakan bukan oleh filternya, melainkan oleh kandungan cengkeh di dalamnya. Tak hirau kemasannya ‘gaul’ atau ‘jadul’, banyak produk olahan tembakau yang beredar luas saat ini termasuk dalam kategori kretek.
Tak banyak pula yang tahu bahwa ketika seseorang menyebut kretek, dia sedang menyebut sebuah khazanah kekayaan asli Nusantara, yang menghidupi lebih dari 30 juta jiwa, serta turut mengantarkan Indonesia menuju cita-cita negeri berdikari.
Jadi, bagaimana pandangan kaum muda khususnya terhadap aktivitas mengkretek? Apa yang sesungguhnya diketahui perihal ‘mengkretek’; apakah semata-mata dipandang sebagai tindakan yang ketinggalan zaman, atau ada sesuatu yang lebih, yang mesti diperjuangkan di balik pilihan dan tindakan itu?

4. “Hak Perokok dan Etika Merokok: Antara yang Privat dan yang Publik”
Belakang hari, bertubi-tubi beberapa daerah melancarkan peraturan daerah kawasan bebas rokok (kawasan dilarang merokok). Aktivitas merokok semakin didesak ke pinggir, menjauhi kerumunan-kerumunan. Secara umum, salah satu landasan dasar terbitnya peraturan-peraturan tersebut adalah aksioma kesehatan tentang betapa berbahayanya menjadi perokok pasif. Bahwa efek negatif asap rokok akan jauh lebih merusak paru-paru mereka yang menjadi second hand smoker, ketimbang bagi perokok aktif sendiri.
Perlindungan kokoh diberikan kepada non-perokok, dengan asumsi bahwa jika para perokok tetap dibiarkan secara bebas menjalankan aktivitasnya, hak publik non-perokok yang tidak ingin menghirup asap rokok akan terlukai. Namun, kemudian muncul pertanyaan menarik: apakah dengan demikian para perokok aktif jadi kehilangan hak pribadinya untuk menjalankan aktivitas merokok? Padahal, sebagai warga negara sekaligus sebagai pengguna suatu barang konsumsi yang diperjualbelikan secara legal dalam sebuah negara, semestinya perokok pun dihormati serta dilindungi hak-haknya untuk berkonsumsi. Belum lagi jika memperhitungkan besaran cukai yang disumbang oleh konsumen kretek, dan menjadi salah satu pemasukan terbesar negara. Lantas, bagaimanakah dua kepentingan ini: yang privat dan yang publik, mesti dipertemukan?

Ketentuan Lomba
I. Peserta
1. Peserta adalah blogger, berusia minimal 18 tahun sampai dengan tidak terbatas.
2. Memiliki akun blog yang aktif, minimal selama tiga bulan terakhir.
3. Bersedia memasang banner Lomba Blogger Menulis Kretek di blog-nya, minimal sampai dengan 31 Mei 2011, yang memuat hyperlink aktif ke website Komunitas Kretek, www.komunitaskretek.or.id.

II. Formulir Pendaftaran
1. Peserta yang tulisannya diikutsertakan dalam penjurian adalah peserta yang mengisi dan mengembalikan formulir pendaftaran kepada Panitia.
2. Formulir pendaftaran adalah formulir yang diunduh melalui website Komunitas Kretek, www.komunitaskretek.or.id
3. Formulir pendaftaran dikembalikan kepada panitia melalui alamat e-mail info@komunitaskretek.or.id, selambat-lambatnya pada 16 April 2011, pukul 22:00 WIB, atau pukul 23:00 WITA, atau pukul 00:00 WIT.

III. Tulisan/blogpost
1. Panjang tulisan minimal 500 kata, maksimal 1000 kata.
2. Peserta boleh mengikutsertakan lebih dari 1 (satu) tulisan.
3. Peserta wajib melampirkan softcopy tulisan (dalam attachment) yang diikutsertakan dalam lomba, bersama formulir pendaftaran yang dikembalikan kepada panitia.
4. Tulisan yang diikutsertakan dalam penjurian sudah harus dimuat di akun blog peserta, maksimal pada 15 April 2011, pukul 22:00 WIB, atau pukul 23:00 WITA, atau pukul 24:00 WIT.
5. Semua tulisan yang diikutsertakan dalam lomba ini akan menjadi hak panitia sepenuhnya.

IV. Hadiah
10 tulisan terbaik akan mendapatkan hadiah masing-masing berupa:
1. Uang tunai Rp 500.000,-
2. Pemuatan tulisan di rubrik Gagas, website Komunitas Kretek, www.komunitaskretek.or.id
3. T-Shirt
4. Buku
5. Kalender

V. Informasi Tambahan
1. Informasi terkait dengan sayembara ini akan dipublikasikan melalui akun FB Komunitas Kretek, grup FB Komunitas Kretek Indonesia, dan akun Twitter @komkretek.
2. 50 tulisan yang terseleksi akan disaring oleh tim juri, yang terdiri dari: Wicaksono “Ndoro Kakung”, Iwan Satyanegara Kamah, dan M. Aan Mansyur.
Kami tunggu partisipasi Anda. Selamat bergabung dan menjadi berarti, dimulai dengan mencintai budaya sendiri. Salam.

SUMBER: Komunitas Kretek
DOWNLOAD FORMULIR

No comments:

Post a Comment